Minggu, 14 Desember 2014

Maca-macam Bentuk Kekeluargaan

BENTUK KEKELUARGAAN DAN DAERAH YANG TERMASUK DALAM BENTUK KEKELUARGAAN TERSEBUT

1.      Berdasarkan Garis Keturunan
Patrilinear adalah keturunan  sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.
Matrilinear adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa ganerasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
Biasanya bentuk kekeluargaan ini terdapat di daerah Kalimantan Selatan yaitu suku Banjar.

2.      Berdasarkan Jenis Perkawinan
Monogami adalah keluarga dimana terdapat seorang suami dengan seorang istri.
Poligami adalah keluarga dimana terdapat seorang suami dengan lebih dari satu istri.
Biasanya bentuk kekeluargaan ini mayoritas di beberapa wilayah di benua Asia dan Afrika.

3.      Berdasarkan Pemukiman
Patrilokal adalah pasangan suami istri, tinggal bersama atau dekat dengan keluarga sedarah suami.
Matrilokal adalah pasangan suami istri, tinggal bersama atau dekat dengan keluarga satu istri.
Neolokal adalah pasangan suami istri, tinggal jauh dari keluarga suami maupun istri.
Biasanya bentuk kekeluargaan ini banyak ditemukan di masyarakat pedesaan atau wilayah yang masih kental dengan kebudayaan adatnya seperti Bali, Kalimantan, Papua, dll.
Tetapi tidak berlaku bagi keluarga yang sudah memiliki pemikiran modern yang hidup di kota-kota besar untuk mencari uang beserta kebutuhan keluarga.

4.       Berdasarkan Jenis Anggota Keluarga
Bentuk Keluarga menurut Goldenberg (1980) pada dasarnya ada berbagai macam bentuk keluarga.
Menurut pendapat Goldenberg (1980) ada sembilan macam bentuk keluarga, antara lain :
1.    Keluarga Inti (Nuclear Family)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri serta anak-anak kandung.

2.    Keluarga Besar (Extended Family)
Keluarga yang disamping terdiri dari suami, istri, dan anak-anak kandung, juga sanak saudara lainnya, baik menurut garis vertikal (ibu, bapak, kakek, nenek, mantu, cucu, cicit), maupun menurut garis horizontal (kakak, adik, ipar) yang berasal dari pihak suami atau pihak isteri.

3.    Keluarga Campuran (Blended Family)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak-anak kandung serta anak-anak tiri.

4.    Keluarga Menurut Hukum Umum (Common Law Family)
Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang tidak terikat dalam perkawinan sah serta anak-anak mereka yang tinggal bersama.

5.    Keluarga Orang Tua Tunggal (Single Parent Family)
Keluarga yang terdiri dari pria atau wanita, mungkin karena bercerai, berpisah, ditinggal mati atau mungkin tidak pernah menikah, serta anak-anak mereka tinggal bersama.

6.    Keluarga Hidup Bersama (Commune Family)
Keluarga yang terdiri dari pria, wanita dan anak-anak yang tinggal bersama, berbagi hak, dan tanggung jawab serta memiliki kekayaan bersama.

7.    Keluarga Serial (Serial Family)
Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang telah menikah dan mungkin telah punya anak, tetapi kemudian bercerai dan masing-masing menikah lagi serta memiliki anak-anak dengan pasangan masing-masing, tetapi semuanya menganggap sebagai satu keluarga.

8.    Keluarga Gabungan/ Komposit (Composite Family)
Keluarga terdiri dari suami dengan beberapa istri dan anak-anaknya (poliandri) atau istri dengan beberapa suami dan anak-anaknya (poligini) yang hidup bersama.

9.    Keluarga Tinggal Bersama (Cohabitation Family)
Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang hidup bersama tanpa ada ikatan perkawinan yang sah.
Hampir seluruh Negara di tiap-tiap benua menggunakan bentuk kekeluargaan seperti ini kecuali di Negara-negara yang memiliki aturan tertentu atau yang memiliki hukum agama yang melarang bentuk kekeluargaan ini, seperti Indonesia dan Negara-negara Islam lainnya.

5.      Berdasarkan Kekuasaan
Patriakal adalah keluarga yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah dipihak ayah.
Matrikal adalah keluarga yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah pihak ibu.
Equalitarium adalah keluarga yang memegang kekuasaan adalah ayah dan ibu.
Bisa dikatakan bahwa bentuk kekeluargaan seperti ini digunakan oleh Negara-negara di seluruh dunia.

Ada beberapa contoh bentuk kekeluargaan dari  beberapa  Adat, antara lain :
1.      Adat Utrolokal
Adat utrolokal adalah yang memberi kebebasan kepada sepasang suami istri untuk memilih tinggal disekitar kediaman kaum kerabat suami atau disekitar kediamanan kaum kerabat istri.
Contoh daerah : Tidore.
Alasan :
Dalam sistem adat Tidore, perkawinan ideal adalah perkawinan antar saudara sepupu (kufu). Setelah pernikahan, setiap pasangan baru bebas memilih lokasi tempat tinggal, apakah di lingkungan kerabat suami atau istri.

2.      Adat Virilokal
Adat virilokal adalah yang menentukan bahwa sepasang suami-istri diharuskan menetap sekitar pusat kediaman kaum kerabat suami.
Contoh daerah: Pulau Bali.
Alasan :
Ada macam 2 adat menetap yang sering berlaku di Bali yaitu adat virilokal yaitu adat yang membenarkan pengantin baru menetap disekitar pusat kediaman kaum kerabat suami dan adat neolokal yaitu adat yang menentukan pengantin baru tinggal sendiri ditempat kediaman yang baru. 

3.      Adat Uxurilokal
Adat uxurilokal adalah yang menentukan bahwa sepasang suami-istri harus tinggal sekitar kediaman kaum kerabat istri.
Contoh daerah : Desa Bengkak Kec. Wongsorejo Banyuwangi.
Alasan :
Pada umumnya, masyarakat Bengkak tidak mempersoalkan tempat tinggal     menetap setelah pernikahan. Mereka bebas memilih akan menetap disekitar pembelai wanita (uxurilokal).

4.      Adat Bilokal
Adat bilokal adalah yang menentukan bahwa sepasang suami-istri tinggal disekitar pusat kediaman kerabat suami pada masa tertentu, dan sekitar pusat kediaman kaum kerabat suami pada masa tertentu, dan sekitar pusat kediaman kaum kerabat istri pada masa lainnya.
Contoh daerah : Bengkulu
Alasan :
Pada masyarakat suku rejang, di satu dusun terdiri dari kelompok yang terikat atas dasar ikatan perjanjian pada saat sebelum upacara perkawinan menurut asen bekulo. Pada prinsipnya ada 3 macam asen, yaitu asen belekat, asen semendo dan semendo rajo-rajo. Yang dimana asen semendo bebas memilih akan mengikuti adat bilokal.

5.      Adat Neolokal
Adat neolokal adalah yang menentukan bahwa sepasang suami-istri menempati tempatnya sendiri yang baru dan tidak mengelompok bersama kerabat suami ataupun istri.
Contoh daerah : Pedalaman Bengkulu, yakni di hulu sungai Musi.
Alasan :
Suku Lembak Kelingi bermukim di Pedalaman Bengkulu, yakni di hulu sungai Musi. Tempat tinggal mereka merupakan daerah perbatasan antara Propinsi Bengkulu dan Sumatera Selatan. Pola menetap sesudah nikah mengikuti pola menetap neolokal, selain itu ada pula pasangan pengantin yang menetap di kediaman kerabat suami (karena perkawinan dengan adat bejojoh) atau di kediaman kerabat istri (karena perkawinan semendo). Usia pernikahan rata-rata 18 tahun ke atas.

6.      Adat Avunkulokal
Adat avunkulokal adalah yang mengharuskan sepasang suami-istri menetap sekitar tempat kediaman saudara pria ibu (avunculus) dari suami.
Contoh daerah : Sebagian masyarakat jawa.
Alasan : 
Prinsip kekerabatan berdasarkan bilateral/parental yaitu menarik garis keturunan dari dua belah pihak ayah dan ibu. Pada masyarakat Jawa perkawinan yang dilarang adalah perkawinan panjer lanang yaitu saudara sepupu. Pola menetap setelah perkawinan bebas memilih tempat (uxorilokal-wanita, utrolokal-pria, neolokal-baru, avunkulokal-saudara ibu laki-laki).

7.      Adat Natalokal
Adat natalokal adalah yang menentukan bahwa suami dan istri masing-masing hidup terpisah diantara kaum kerabatnya sendiri-sendiri, suami sekitar pusat kediaman kaum kerabatnya sendiri dan istri disekitar pusat kediaman kaum kerabatan sendiri dan isteri disekitar pusat kediaman kaum kerabatnya sendiri pula. Adat menetap sudah sesudah menikah antara lain mempengaruhi pergaulan kekerabatan dalam suatu masyarakat.
Contoh daerah : Hampir diseluruh daerah yang masyarakatnya sudah modern.
Alasan :
Dengan hidup terpisah dari keluarga, maka di harapkan pasangan baru tersebut lebih bisa membentuk keluarganya sendiri tanpa ikut campur saudara atau keluarganya.


Peran Mahasiswa Dalam Sosialisasi
Mahasiswa adalah kelompok masyarakat yang sedang menekuni bidang ilmu tertentu dalam lembaga pendidikan formal. Kelompok ini sering juga disebut sebagai Golongan intelektual muda yang penuh bakat dan potensi. Peran mahasiswa sejauh ini senantiasa diwarnai oleh situasi politik yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Mereka biasanya kritis sekaligus konstruktif terhadap ketimpangan sosial dan kebijakan politik dan ekonomi.
Mahasiswa sebagai calon pemimpin dan Pembina pada masa depan ditantang untuk memperlihatkan kemampuan untuk memerankan peran itu. Jika gagal akan berdampak negatif pada masyarakat yang dipimpinnya, demikian pula sebaliknya. Dalam perubahan sosial yang dasyat saat ini, mahasiswa sering dihadapkan pada kenyataan yang membingungkan dan dilematis. Suatu pilihan yang teramat sulit harus ditentukan, apakah ia terjun dalam arus perubahan sekaligus mencoba mengarahkan dan mengendalikan arah perubahan itu, ataukah sekedar menjadi pengamat dan penonton dari perubahan atau mungkin justru menjadi korban obyek sasaran dari perubahan yang dikendalikan oleh orang lain. Contohnya mahasiswa yang melakukan demonstrasi pada kebijakan yang di ambil pemerintahan sehingga timbul perubahan kebijakan. Dapat kita lihat bahwa demonstrasi merupakan cara mahasiswa dalam menyampaikan pemikiran-pemikiran atau ide-ide kepada pemerintah.
Dari contoh diatas dapat di simpulkan bahwa demo merupakan proses sosialisasi, proses sosialisasi yang dialami oleh para mahasiswa sangat rumit. Sehubungan dengan perkembangan mahasiswa itu sendiri dan dalam rangka melepaskan diri dari ketergantungan pada orang tua, maka pengalaman-pengalaman yang dialami kadang  membingungkan dirinya sendiri. Melalui proses sosialisasi, seorang mahasiswa akan terwarnai cara berpikir dan kebiasaan-kebiasaan hidupnya. Dengan demikian, tingkah laku seseorang akan dapat diramalkan. Proses sosialisasi banyak ditentukan oleh susunan kebudayaan dan lingkungan sosial yang bersangkutan. Oleh karena itu proses sosialisasi melahirkan kepribadian seseorang tergatung dari segi susunan kebudayaan dan lingkungan sosial.
Melihat realitas dan tantangan diatas, mahasiswa memiliki posisi yang sangat berat namun sangat strategis dan sangat menentukan . Bukan zamannya lagi untuk sekedar menjadi pelaku pasif atau menjadi penonton dari perubahan sosial yang sedang dan akan terjadi, tetapi harus mewarnai perubahan tersebut dengan warna masyarakat yang akan dituju dari perubahan tersebut adalah benar-benar masyarakat yang adil dan makmur.


Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar